Selasa, 08 Desember 2015

Person-Organization Fit

Person Organization Fit (P-O fit) secara luas didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai individu (Netemeyer dkk., 1997).   P-O fit didasarkan pada asumsi keinginan individu untuk memelihara kesesuaian mereka dengan nilai- nilai organisasi (Schneider, Goldstein, & Smith, 1995). Selama ini perusahaan dalam merekrut karyawan didasarkan pada pendekatan tradisional yaitu kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (Person-Job fit). Ketertarikan antara individu dan organisasi terjadi pada saat ada kesesuaian antara satu dengan yang lain, hal ini sangat berpengaruh terhadap organisasi dalam merekrut karyawan dan juga sikap karyawan untuk memilih pekerjaan tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh pada perilaku karyawan yang dibutuhkan oleh peruasahaan.
Banyak perusahaan selama ini dalam hal merekrut karyawan didasarkan pada pendekatan tradisional yaitu kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (person-job fit), namun dalam kenyataannya karyawan mungkin menguasai dan memahami pekerjaan yang dijalaninya namun tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi. Kristof (1996) berpendapat bahwa pendekatan person-job fit ini kurang baik dalam proses seleksi karyawan, mereka berpendapat bahwa efektifitas organisasi tidak hanya didukung oleh kesuksesan tugas pekerjaan karyawan saja tetapi perlu memperhatikan perilaku karyawan secara luas. Person Organization-fit menjadi pertimbangan sebagai bagian seleksi di dalam organisasi dan secara umum didefinisikan sebagai kecocokan antara individu dan organisasi dan ketepatan kepribadian seorang individu sesuai dengan konteks perusahaan (Kristof, 1996). 
Pada beberapa penelitian organisasi mengemukakan bahwa orang sering bekerja untuk perusahaan yang dapat membuat mereka menggunakan keahlian dan kemampuan terbaik mereka dan menyediakan lingkungan yang sesuai dengan atribut pribadi mereka (Kristof, 1996), jadi organisasi yang dapat membuat karyawan merasa dapat melakukan keahlian dan kemampuan terbaik mereka serta lingkungan yang sesuai dengan atribut personal mereka akan mendukung kinerja yang lebih baik.
Hubungan ini juga didasari oleh adanya psychological contrac” dimana ada ikatan antara individu dengan organisasi secara psikologis, “kontrak psikologis adalah kepercayaan individu, yang dibentuk oleh organisasi berdasar pada   ketentuan perjanjian pertukaran antara individu-individu dengan organisasi mereka” (Roesseau, 1995). Menurut Roesseau (1995) kontrak ini didasarkan pada asumsi bahwa perjanjian ini tetap ada dan bahwa kontrak tersebut diterima dengan sukarela oleh karyawan. Hal tersebut berarti bahwa dasar penerimaan karyawan atas kontrak adalah harapan karyawan pada organisasinya dan keinginan karyawan untuk melanjutkan partisipasi dalam hubungan tersebut, juga diikuti bahwa karyawan bekerja dalam perusahaan dengan pemahaman bahwa employer akan membalas dengan menyediakan kompensasi dan hal – hal positif lainnnya.
Kontrak psikologis yang semakin berkembang dalam organisasi dapat menjadi kontrak normatif di dalam perusahaan, “perjanjian antara kelompok dengan perusahaan dapat menjadi kontrak normatif pada saat rekan-rekan kerja menyetujui persyaratan yang mendefinisikan kontrak psikologis masing-masing, dan berbagi bersama atas perjanjian ini menguatkan keseluruhan hubungan antar karyawan dengan perusahaan mereka” (Valentine dkk, 2002). Tingginya perjanjian normatif dapat menegakkan norma perusahaan berdasarkan nilai, kepercayaan dan prinsip institusional dan mengembangkan kemantapan budaya perusahaan. Person-organization fit akan meningkat pada saat perusahaan menghargai dan mendukung perjanjian tersebut,  menggunakan nilai organisasi yang diinginkan.
Secara khusus, perkembangan konteks etika mungkin meningkatkan person-organization fit karena para karyawan lebih memilih nilai perusahaan bermoral (Vidaver-Cohen, 1998), organisasi dapat meningkatkan perjanjian dan kontrak karyawan yang terbagi dengan karyawan lain dengan mendukung kode etik (Valentine dkk, 2002), pada saat organisasi menyediakan budaya konduktif untuk pertukaran tersebut (pada saat employer dapat diandalkan, berpikiran terbuka, atau beretika) kemungkinan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari karyawan (produktivitas dan loyalitas tinggi) secara teori akan meningkat (Hunt dkk, 1989).
Menurut Kristof (1996), person-organization fit memiliki empat konsep yang terdiri dari :
1.                  Kesesuaian nilai (value congruence) adalah kesesuaian antara nilai intrinsic individu dengan organisasi
2.                  Kesesuaian tujuan (goal congruence) adalah kesesuaian antara tujuan individu dengan organisasi. Dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja
3.                  Pemenuhan kebutuhan karyawan (employee need fulfillment) adalah kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan karyawan dan kekuatan yang terdapat dalam lingkungan kerja dengan sistem dan struktur organisasi
4.                  Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (culture personality congruence) adalah kesesuaian antara kepribadian (non nilai) dari setiap individu dan iklim atau kultur organisasi.
Netemeyer (1997) mengembangkan pengukuran person-organization fit dengan menilai kesesuaian antara nilai pribadi karyawan-karyawan dengan nilai organisasi:
1.                  Saya merasa bahwa nilai pribadi saya sangat cocok dengan nilai organisasi saya
2.                  Organisasi ini memiliki nilai yang sama seperti saya berkaitan dengan kepedulian terhadap orang lain
3.                  Organisasi ini memiliki nilai yang sama seperti saya berkaitan dengan kejujuran

4.                  Organisasi ini memiliki nilai yang sama seperti seperti saya berkaitan dengan keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar