Person
Organization Fit (P-O fit) secara luas didefinisikan sebagai
kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai individu (Netemeyer
dkk., 1997). P-O fit didasarkan pada
asumsi keinginan individu untuk memelihara kesesuaian mereka dengan nilai-
nilai organisasi (Schneider, Goldstein, & Smith, 1995). Selama ini
perusahaan dalam merekrut karyawan didasarkan pada pendekatan tradisional yaitu
kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (Person-Job fit).
Ketertarikan antara individu dan organisasi terjadi pada saat ada kesesuaian
antara satu dengan yang lain, hal ini sangat berpengaruh terhadap organisasi
dalam merekrut karyawan dan juga sikap karyawan untuk memilih pekerjaan
tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh pada perilaku karyawan yang dibutuhkan
oleh peruasahaan.
Banyak perusahaan
selama ini dalam hal merekrut karyawan didasarkan pada pendekatan tradisional
yaitu kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (person-job fit), namun dalam
kenyataannya karyawan mungkin menguasai dan memahami pekerjaan yang dijalaninya
namun tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi. Kristof
(1996) berpendapat bahwa pendekatan person-job fit ini kurang baik dalam proses
seleksi karyawan, mereka berpendapat bahwa efektifitas organisasi tidak hanya
didukung oleh kesuksesan tugas pekerjaan karyawan saja tetapi perlu
memperhatikan perilaku karyawan secara luas. Person Organization-fit menjadi pertimbangan sebagai bagian seleksi
di dalam organisasi dan secara umum didefinisikan sebagai kecocokan antara
individu dan organisasi dan ketepatan kepribadian seorang individu sesuai
dengan konteks perusahaan (Kristof, 1996).
Pada beberapa
penelitian organisasi mengemukakan bahwa orang sering bekerja untuk perusahaan
yang dapat membuat mereka menggunakan keahlian dan kemampuan terbaik mereka dan
menyediakan lingkungan yang sesuai dengan atribut pribadi mereka (Kristof,
1996), jadi organisasi yang dapat membuat karyawan merasa dapat melakukan
keahlian dan kemampuan terbaik mereka serta lingkungan yang sesuai dengan
atribut personal mereka akan mendukung kinerja yang lebih baik.
Hubungan ini juga
didasari oleh adanya psychological
contrac” dimana ada ikatan antara individu dengan organisasi secara
psikologis, “kontrak psikologis adalah kepercayaan individu, yang dibentuk oleh
organisasi berdasar pada ketentuan
perjanjian pertukaran antara individu-individu dengan organisasi mereka”
(Roesseau, 1995). Menurut Roesseau (1995) kontrak ini didasarkan pada asumsi
bahwa perjanjian ini tetap ada dan bahwa kontrak tersebut diterima dengan
sukarela oleh karyawan. Hal tersebut berarti bahwa dasar penerimaan karyawan
atas kontrak adalah harapan karyawan pada organisasinya dan keinginan karyawan
untuk melanjutkan partisipasi dalam hubungan tersebut, juga diikuti bahwa karyawan
bekerja dalam perusahaan dengan pemahaman bahwa employer akan membalas dengan menyediakan kompensasi dan hal – hal
positif lainnnya.
Kontrak psikologis yang
semakin berkembang dalam organisasi dapat menjadi kontrak normatif di dalam
perusahaan, “perjanjian antara kelompok dengan perusahaan dapat menjadi kontrak
normatif pada saat rekan-rekan kerja menyetujui persyaratan yang mendefinisikan
kontrak psikologis masing-masing, dan berbagi bersama atas perjanjian ini
menguatkan keseluruhan hubungan antar karyawan dengan perusahaan mereka”
(Valentine dkk, 2002). Tingginya perjanjian normatif dapat menegakkan norma
perusahaan berdasarkan nilai, kepercayaan dan prinsip institusional dan
mengembangkan kemantapan budaya perusahaan. Person-organization
fit akan meningkat pada saat perusahaan menghargai dan mendukung perjanjian
tersebut, menggunakan nilai organisasi
yang diinginkan.
Secara khusus,
perkembangan konteks etika mungkin meningkatkan person-organization fit karena
para karyawan lebih memilih nilai perusahaan bermoral (Vidaver-Cohen, 1998),
organisasi dapat meningkatkan perjanjian dan kontrak karyawan yang terbagi
dengan karyawan lain dengan mendukung kode etik (Valentine dkk, 2002), pada
saat organisasi menyediakan budaya konduktif untuk pertukaran tersebut (pada
saat employer dapat diandalkan,
berpikiran terbuka, atau beretika) kemungkinan untuk mendapatkan respon yang
diinginkan dari karyawan (produktivitas dan loyalitas tinggi) secara teori akan
meningkat (Hunt dkk, 1989).
Menurut Kristof (1996),
person-organization fit memiliki empat konsep yang terdiri dari :
1.
Kesesuaian nilai (value congruence)
adalah kesesuaian antara nilai intrinsic individu dengan organisasi
2.
Kesesuaian
tujuan (goal congruence) adalah kesesuaian antara tujuan individu dengan
organisasi. Dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja
3.
Pemenuhan kebutuhan karyawan (employee
need fulfillment) adalah kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan karyawan dan
kekuatan yang terdapat dalam lingkungan kerja dengan sistem dan struktur
organisasi
4.
Kesesuaian karakteristik
kultur-kepribadian (culture personality congruence) adalah kesesuaian antara
kepribadian (non nilai) dari setiap individu dan iklim atau kultur organisasi.
Netemeyer (1997)
mengembangkan pengukuran person-organization
fit dengan menilai kesesuaian antara nilai pribadi karyawan-karyawan dengan
nilai organisasi:
1.
Saya merasa bahwa nilai pribadi saya
sangat cocok dengan nilai organisasi saya
2.
Organisasi ini memiliki nilai yang sama
seperti saya berkaitan dengan kepedulian terhadap orang lain
3.
Organisasi ini memiliki nilai yang sama
seperti saya berkaitan dengan kejujuran
4.
Organisasi ini memiliki nilai yang sama
seperti seperti saya berkaitan dengan keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar